Rabu, 13 Februari 2013

Pola Pangan Harapan Sebagai Pengganti Ketergantungan Pada Beras

Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh negara.

Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996. Dalam Undang-Undang Pangan ini ditekankan pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.
Dewasa ini situasi kualitas konsumsi pangan di tengah masyarakat Indonesia masih dirasakan kurang beragam dan bergizi seimbang. Padahal komsumsi pangan dengan gizi cukup dan seimbang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia manusia. Volume dan kualitas komsumsi pangan dan gizi di dalam rumah tangga juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pengetahuan dan budaya masyarakat.
Indikator kualitas komsumsi pangan ditunjukan oleh skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dipengaruhi oleh keragaman dan keseimbangan konsumsi antar kelompok makanan. PPH biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan pangan yang ideal di suatu wilayah. Menurut Susenas 2011, Tingkat Pola Pangan Harapan (PPH) di Indonesia pada periode tahun 2009-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 75,7 pada tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3 dan tingkat PPH pada tahun 2012 bahkan cenderung mengalami penurunan lagi.
Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat gizinya selain air susu ibu (ASI)
Konsep Pola Pangan Harapan (PPH)
Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan, yang mampu mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, cita rasa.
PPH mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dengan pendekatan PPH dapat dinilai mutu pangan berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat konsumsi pangan di tingkat rumah tangga. Selanjutnya pola konsumsi pangan rumah tangga akan berpengaruh pada komposisi konsumsi pangan (Depkes RI , 2010).
Pola pangan masyarakat yang mengacu pada Pola Pangan Harapan dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi pangan. Program diversifikasi bukan bertujuan untuk mengganti bahan pangan pokok beras dengan sumber karbohidrat lain, tetapi untuk mendorong peningkatan sumber zat gizi yang cukup kualitas dan kuantitas, baik komponen gizi makro maupun gizi mikro (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI, 2010).
Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam sumber daya hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan hayati terutama yang berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki karateristik bahan pangan lokal yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Divertifikasi pangan juga merupakan solusi untuk mengatasi ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan yakni beras.
Target 2014  
Pemerintah melalui kementerian Pertanian pada 2014, mentargetkan secara nasional skor untuk PPH penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya lokal dapat mencapai (93.3). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman serta mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan, antara lain: melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.
Untuk implentasinya, telah dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).
Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada tahun 2013 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: 1. Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL); 2.  Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L); 3. Sosialisasi dan Promosi P2KP.
Melalui tiga kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan mutu konsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik.
Disamping itu perlu dijalin kerja sama kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa corporate social responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) baik di bidang pangan maupun bidang lainnya, seperti pendidikan. PKBL memerlukan sosialisasi, baik kepada anak usia dini maupun ke kelompok wanita dan masyarakat dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman
Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik itu melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, gubernur dan bupati/walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengkoordinasikan gerakan P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan (agent of change).
(Kabid Ketahanan Pangan dan PDT, Deputi Bidang Ekonomi)

Sumber: http://www.setkab.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar